Kamis, 25 Desember 2014

Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum



BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian landasan-landasan pengembangan kurikulum
Kurikulum merupakan track yang harus dilalui peserta didik dalam pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan meskipun sudah dirumuskan dengan sangat baik tetapi masih memiliki kekurangan terutama dalam pelaksanaannya. Maka dari itu pengembangan kurikulumpun menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam dunia pendidikan. Dalam pengembangan kurikulum terdapat istilah yang dinamakan landasan pengembangan kurikulum.
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk  mewujudkan pendidikan nasional.[1]
landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, kurikulum apabila diibaratkan sebagai bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan dan fondasi yang kuat, maka ketika terkena angin akan tergoncang dan bangunan jadi roboh. demikian halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki landasan  atau dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum akan mudah terombang-ambing dan yang dipertaruhkan adalah manusia.
Kurikulum sendiri sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities) dan komponen evaluasi (evaluations).Setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, jika ditopang oleh sejumlah landasan.
2.2  Landasan-landasan dalam pengembangan Kurikulum
Secara umum landasan pokok dalam pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Ketiga landasan tersebut akan diuraikan dibawah ini

a)      Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum.                        
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan.Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Di Indonesia tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila.Landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Pada hakikatnya kurikulum merupakan alur atau tahapan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan berpikir. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistomologi, logika dan aksiologi akan berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peranan pendidikan dan peserta didik.
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, Filsafat sebagai pandangan hidup atau value sitem, maka dapat ditentukan mau dibawa kemana siswa yang kita didik itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pebcapaian tujuan. Filsafat dalam sitem nilai dapat dijadikan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.[2]
Dalam filsafat pendidikan kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1.    Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.    Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3.    Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4.    Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5.    Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.[3]
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
b).  Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum.
 Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan berhubungan erat dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan potensial menjadi kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama. Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang bersasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik serta bagaimana peserta didik belajar. Terdapat dua cabang psikologi yang sangat diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan teori belajar.
Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Melalui kajian mengenai peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya dan penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu
1. Psikologi perkembangan.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum
2.Psikologi belajar.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilak individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.[4]
 berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi.Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“. Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
1.        motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2.        bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
3.        konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4.        pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5.        keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang.Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini.Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
c)   Landasan Sosiologis-Teknologis dalam pengembangan kurikulum
Kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan tiitk tolak dalam melaksanakan pendidikan, karena kita merupakan bagian dari masyarakat, mendapat pendididkan dalam lingkungan masyarakat dan diharapkan mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat.Pengembangan kurikulumpun harus mampu mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan.Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan.Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat.Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat. Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat,baik dalam konteks lokal, nasional maupun global. 
d)   Landasan IPTEK dalam Pengembangan Kurikulum.          
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.3    Pengertian Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
             secara gramatikal, prinsip berarti asa, dasar, keyakinan, dan pendirian. dari pengertian tersebut  bahwa kata prinsip menunjukkan pada suatu  hala yang sangat penting, mendasar, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan mengarahkan.
             prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menunjukkan  pada suatu pengertian tentang berbagai hal yang harus dijadikan patokan  dalam menentukan berbagai hal yang harus terkait dngan pengembangan kurikulum, terutama pada fase perencanaan.
2.4    Prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum
      Ada jenis-jenis dasar dalam pengembangan kurikulun, prinsip dasar ini dipandang sebagai pandangan dasar yang benar dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip ini dibedakan oleh tingkat keefektifannya yang diketahui lewat tingkat resikonya. Pemahaman akan perbedaan ini sangat penting sebelum menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk pengembangan sebuah kurikulum. Dalam Olivia (1991 : 29-30)  prinsip-prinsip  pengembangan kurikilum terbagi menjadi dua bagian:
a.       Prinsip Umum
  Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum.
Ø  Prinsip relevansi
prinsip relevansi terbagi atas dua, yaitu relevansi keluar dan relevansi kedalam, relevansi keluar maksudnya tujuan , isi, dan  proses belajar dalam kurikulum relevan dengan perkembangan kurikulum, dan relevansi didalam yaitu ada kesesuaian  atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum.
Ø  Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur dan fleksibel. Hal ini berarti dalam penyelenggaraan proses dan program pendidikan harus di perhatikan kondisi perbedaan yang ada dalam diri peserta didik.
Ø  Prinsip kontinuitas (kesinambungan)
Kurikulum sebagai wahana belajar yang dinamis perlu dikembangkan terus menerus dan berkesinambungahn. Kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menyangkut saling berhubungan antara tingkat dan jenis program pendidikan atau bidang studi.
Ø  Prinsip praktis
Kurikulum memiliki prinsip praktis dimana kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi.
Ø   Prinsip efektivitas
Efektivitas dalam kegiatan berkenaan dengan sejauh mana apa yang direncanakan dan diinginkan dapat dilaksanakan atau dapat dicapai.
b.      Prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan    kurikulum, prinsip-prinsip ini berkenaan dengan :
Ø  Tujuan pendidikan
      yaitu mencakup  tujuan yng brsifat umum atau dalam jangka panjang, menengah, dan jangkah pendek(khusus)
Ø  Pemilihan isi pendidikan
Ø  Proses belajar-mengajar
yaitu menentukan strategi,  metode,  teknik yang cocok untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Ø  Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pembelajaran
  Ø  Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.[5]

            Tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum
pada dasarnya, tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum merupakan tingkat ketepatan  dan ketetapan prinsip yang digunakan. hal ini ada kaitanya dengan sumber-sumber  dari prinsip pengembangan kurikulum iu sendiri. ada data, fakta, konsep,  dan prinsip yang  tingkat kepercayaannya  tidak diragukan lagi karena sudah dibuktikan secara empiris melalui penelitian berulang-ulang.
merujuk pada hal diatas, maka prinsip pengembangan kurikulum bisa diklasifikasikan menjadi  tiga tipe prinsip yaitu
Ø  anggapan kebenaran utuh atau menyeluruh (whole truth)
adalah fakta, konsep dan prinsip yang diperoleh serta telah diuji dalam penelitian yang ketat dan berulang, sehingga bisa dibuat generalisasi dan bisa diberlakukan di tempat brbeda.
Ø  anggapan kebenaran parsial (partial truth)
adalah suatu fakta, konsep, dan prinsip  yang sudah terbukti dalam banyak kasus namun belum dapat digeneralisasikan.
Ø  anggapan kebenaran yang mas membutuhkan  pembuktian atau hipotesis
adalah prinsip kerja yang sfatnya tentatif, prinsip ini muncul dari hasil deliberasi, pemikiran akal sehat.[6]




[1] Tim Redaksi nuansa aulia,  Himpunan perundang-undangan tentang guru dan Dosen, (Bandung, CV. Nuansa Aulia, 3006) H.121
[2]Sanjaya Wina, Kurikulum dan Pembelajaran,(Jakarta, Prenada Media Group , 2008)

[3]ibid
[4]Subandijah, Pengembangan dan Inovasi kurikulum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Pesada. 1996)          
[5] Nana syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum :teori dan praktek( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013), H.150
[6] Toto Rukhimat, Ibrahim, Wina Sanjayah, dkk , Kurikulum dan Pembelajaran  (Jakarta, Rjawali Pers, 2013) H.65

0 komentar:

Posting Komentar