Minggu, 07 Oktober 2012

HAKIKAT KEIMANAN


Pengertian iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini cocok dengan makna iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang yang memaknai iman secara bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq) saja tanpa ada unsur menerima dan tunduk. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il muta’addi (butuh objek).[1]
Iman itu merupakan kehidupan rohani dan jasmani, obat kebahagiaan, serta tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhirat. Iman dapat menimbulkan ketenangan dalam hati, memberikan perasaan rela terhadap jiwa. Setiap kali seorang hamba menanjak naik dalam tingkatan iman, setiap itu pula ia akan mengenyam rasa iman, menemukan manisnya iman, sehingga jiwanya akan tertambat padanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda:
“Tiga hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia akan bisa merasakan manisnya iman; jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, seseorang menyukai saudaranya karena Allah, dan membenci kembali kepada kekufuran, sebagaimana ia enggan jika dilemparkan ke jurang neraka.” (Muttafaqun alih   

Hakikat iman yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di atas 3 pilar, jika salah satu darinya roboh, maka imanpun akan tumbang, 3 pilar atau rukun itu adalah:
  1. Keyakinan dalam hati.
  2. Pengucapan dengan lisan,
  3. Mengejawantah dalam amal perbuatan.
Imam Syafi’I berkata: “Merupakan ijma’ para sahabat, tabi’in dan kaum muslimin setelah mereka yang kami temui, bahwa iman itu adalah ucapan, perbuatan, dan niat, salah satunya tidak bisa mewakili yang lain.


[1] . Imam An-Nawawi, Syarh Ar’bain (Damaskus,Suriah) Hlm 07

1 komentar: