Pengertian iman secara
bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah pengakuan yang
melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini cocok dengan makna
iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang yang memaknai iman secara
bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq) saja tanpa ada unsur menerima
dan tunduk. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak butuh objek),
sedangkan tashdiq adalah fi’il
muta’addi (butuh objek).[1]
Iman itu merupakan kehidupan rohani dan jasmani, obat
kebahagiaan, serta tempat bergantungnya keselamatan di dunia dan akhirat. Iman
dapat menimbulkan ketenangan dalam hati, memberikan perasaan rela terhadap
jiwa. Setiap kali seorang hamba menanjak naik dalam tingkatan iman, setiap itu
pula ia akan mengenyam rasa iman, menemukan manisnya iman, sehingga jiwanya
akan tertambat padanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Tiga hal
yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia akan bisa merasakan manisnya
iman; jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, seseorang
menyukai saudaranya karena Allah, dan membenci kembali kepada kekufuran,
sebagaimana ia enggan jika dilemparkan ke jurang neraka.” (Muttafaqun alih
Hakikat iman yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di atas 3 pilar, jika salah
satu darinya roboh, maka imanpun akan tumbang, 3 pilar atau rukun itu adalah:
- Keyakinan dalam hati.
- Pengucapan dengan lisan,
- Mengejawantah dalam amal perbuatan.
artikel ini memang berkualitas! 😎👍
BalasHapus